Total Tayangan Halaman

Minggu, 02 Mei 2010

-Jika hidup adalah pohon, maka kita adalah dedaunan-

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

"Jika aku menjadi bunga, maka kamu mau menjadi apa?"
"Jika aku menjadi pena, maka kamu mau menjadi apa?"
dst..dst...


Berbagai ungkapan yang senada seperti yang saya tulis di atas mungkin seringkali kita dengar terlontarkan oleh seseorang kepada kawannya, kekasihnya, dan sebagainya. Ada satu hal yang menarik menurut saya, yaitu bahwa manusia sering membuat perumpamaan yang menurut mereka dapat memberikan gambaran tentang diri mereka, mewakili karakter mereka, dan sebagainya.

Mencoba untuk mengadopsi cara berfikir tersebut saya mencoba untuk memberikan perumpamaan yang sifatnya lebih umum, misalkan perumpamaan tentang kita dan kehidupan. Misalnya seperti ungkapan ini:
"Jika hidup adalah pohon, maka kita adalah dedaunan"

Apa makna yang dapat kita simpulkan dengan perumpamaan yang demikian?
Sederhana saja, setiap daun akan tumbuh semenjak awal kehidupan suatu pohon. Satu demi satu gugur, jatuh ke tanah, membusuk, terurai, menjadi nutrien, terlarut dalam air, terbawa oleh pembuluh pohon, diubah menjadi berbagai jenis molekul, yang salah satu fungsinya adalah untuk menumbuhkan daun yang lain.
Lalu apa kaitannya dengan kehidupan kita?

Tidakkah kita sadari bahwa setiap manusia ada sejak zaman yang sudah sangat lama, sejak zaman Adam AS (menurut yang saya yakini). Adakah manusia yang abadi? Sama seperti adakah daun yang tak gugur dan tetap melekat pada pepohonan? Begitu pula manusia, tidak ada satu manusia pun yang melekat pada kehidupan di dunia ini, hanya tumbuh sesaat dari bentuk pucuk, merekah, tumbuh sempurna, tua, menguning, lalu mati dan melepaskan diri dari ranting pohon kehidupan.

Lalu bagi mereka yang telah mati, sepertinya gugurnya dedaunan, kemanakah mereka akan pergi? Jika dedaunan yang gugur akan berproses seperti yang telah dituliskan di atas, lalu bagaimana dengan manusia? Apakah setiap manusia dapat menjadi manfaat bagi kehidupan manusia lainnya?

Beberapa waktu yang lalu seorang kawan mengajak saya untuk menonton fil Bodyguards and Assassins, film tentang revolusi China, zaman-zamannya Sun Yat Sen gitu. Sebuah dokumentasi dari semangat perjuangan yang luar biasa. Demi menuju sebuah cita-cita, sejumlah manusia dari berbagai kalangan, ada pengusaha, pelajar, seniman, militer, buruh, pendidik, pekerja, dan lain-lain mengeluarkan semua yang mereka bisa, berjuang untuk tujuan bersama. Satu demi satu dari mereka berjatuhan, bersimbah darah, sekarat, dan gugur, demi suksesnya tujuan melepaskan 400juta rakyat China dari cengkeraman penguasa yang telah menyengsarakan rakyat. Pertempuran antara dua belah pihak, dengan dua ideologi, berhadap-hadapan, tidak ada kata menang sebelum lawan kalah. Luar biasa. Adakah manusia, setiap diri kita, berfikir bahwa memang hidup seharusnya dipakai untuk berjuang, membebaskan rakyat dari perbudakan dan kesengsaraan? Kematian yang kita jalani tidak boleh sia-sia melainkan menjadi sumbangsih yang besar bagi kehidupan umat manusia berikutnya? Coba renungkan kutipan berikut:

"Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir." (Q.S. Al-Balad: 12-16)

dan seperti itulah jalan yang telah digariskan-Nya... Apakah memang kita harus mengikuti jalan yang demikian? Jika "ya", maka tak ada lagi kata malas tersisa untuk terlontar tanpa kendali dari lidah kita... Seperti kata-kata seorang sahabat: 

"hidup itu perjuangan, Nak...tertumpah ataupun tidak, kau akan tetap menggunakan darahmu sampai tetes terakhirnya untuk membuktikan bahwa kau pantas bagi-Nya...."

Mari...dan sekali lagi mari, tanggalkan ke-"hoream"-an yang biasa kita kenakan sehari-hari. Jadilah daun yang baik, yang memberi makna bagi kehidupan yang hanya sebentar ini.

Pada akhirnya, coba juga kita renungkan juga kutipan berikut:

"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan."  (Q.S. Al-Anbiyaa: 35)

Wallahu a'lam

Wassalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

-Matahari dan Embun-

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

Apa kabar semua? selamat datang di blog ini. Blog ini adalah blog saya yang ke sekian kali setelah beberapa kali membuat blog, kemudian lupa username dan passwordnya sekaligus!! Yup, walhasil, semoga yang satu ini bisa langgeng dalam memenuhi query di dunia maya... Amiin... :)

Di posting pertama ini, entah kenapa, terlintas dua kata yang sangat erat dengan kondisi pagi hari, yaitu "matahari" dan "embun". Tadinya sih mau menggambarkan tentang fajar baru dari dunia per-blog-an yang coba dirintis kembali sebagai sarana menuangkan inspirasi dan aspirasi yang mungkin sulit terungkap pada dunia nyata.
"Matahari" dan "embun", yang dalam bahasa inggrisnya adalah "sun" dan "dew", jika disatukan dalam satu kata "sundew" merupakan satu marga tumbuhan karnivor, yaitu tumbuhan dari marga Drosera. Dinamai demikian karena sejenis gel yang disekresikan daun tumbuhan tersebut tampak seperti tetesan embun yang bertahan tidak hanya pada pagi hari, tapi juga sepanjang hari. Walaupun gel tersebut menjadi zat yang sangat berbahaya, terutama bagi mangsa tumbuhan ini, namun eksistensinya sepanjang hari yang dipadupadankan dengan sinar mentari, memberi kesan bahwa sepanjang hari yang dilalui bersama dengan tumbuhan "sundew" akan selalu tampak seperti pagi hari...
"Midoria" sendiri diambil dari bahasa Jepang, "midori" artinya hijau. Entah bagaimana, jika dituliskan "midoria" bagi saya tampak seperti "dunia hijau". Sok tahu juga sih, tapi di situlah uniknya. Semoga seiring dengan dihantarkannya tulisan pertama ini, jiwa yang mendasari terlahirnya blog ini akan tetap hijau dan segar...Amiin (juga)
Begitulah...saya harap blog ini benar-benar menjadi "pagi" bagi hari saya yang singkat, dan dapat menjadi sapaan sejuk nan segar untuk semua pengunjung blog ini.
Terimakasih
Wassalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh